Suara.com - Lawan Perubahan Iklim, Pasangan Ini Sulap Desa Pesisir Jadi Ladang Mangrove.
Sulitnya bukan kepalang. Proses untuk mengedukasi masyarakat, menyakinkan dan mengajak warga sekitar untuk mengaplikasikan tindakan mencegah perubahan iklim butuh waktu yang panjang. Ya sembilan tahun.
Bertahun-tahun ide itu harus terkungkung, menerima penolakan, keraguan, terhalang dukungan sumber manusianya sendiri.
Namun kini pasangan Sutrisno dan Jumiati, bersama komunitas yang mereka bentuk yakni Kelompok Muara Tanjung berhasil menyulap Kampoeng Nipah di desa Muara Maimbai, Serdang Bedagai, Sumatera Utara, yang tandus menjadi lokasi ekowisata mangrove terpadu berbasis masyarakat pertama di Indonesia.
Menyadari pentingnya melindungi garis pantai dari abrasi atau pengikisan, serta meredam gelombang besar termasuk tsunami dan perubahan iklim. Kini perkampungan pesisir ini memiliki ladang Mangrove seluas 5 hektare.
Jumiati, pengelola wisata mangrove, menuturkan menawarkan solusi pohon mangrove untuk penghijauan, pengasrian dan penghindaran erosi di sekitar pantai sejak 2005, tapi baru terealisasi di 2014.
"Akar tongkat pohon mangrove memberi zat makanan dan menjadi daerah nursery bagi hewan ikan dan invertebrata yang hidup di sekitarnya. Ikan dan udang yang ditangkap di laut dan di daerah terumbu karang sebelum dewasa memerlukan perlindungan dari predator dan suplai nutrisi yang cukup di daerah mangrove ini," katanya.
Sutrisno, penggagas hutan mangrove ini juga menuturkan hutan mangrove berperan dalam pembentukan pulau dan menstabilkan daerah pesisir, kini sudah ada ratusan ribu pohon mangrove di area desa Muara Maimbai.
Pasangan suami istri ini pernah mendapat penghargaan di tingkat nasional dan internasional. Seperti Juara Nasional Adhi Bakti Bina Bahari, penghargaan dari organisasi nirlaba Inggris, Oxfam sebagai pahlawan pangan (Food Heroes Oxfam) Indonesia tahun 2013, serta pada awal Desember 2013, Jumiati juga terpilih sebagai salah satu tokoh perempuan inspiratif penerima award Tupperware She Can, atas upayanya dalam penguatan ekonomi dan pemberdayaan perempuan di desanya.
Kini pemandangan pohon mangrove berlimpah di bibir pantai. Pemandangan tersebut membuat mata takjub, karena selain tampak asri dan hijau, pantai juga menjadi teduh dan dingin.
Ada kelas edukasi bagi pengunjung yang akan dibawa keliling dan diperkenalkan segala jenis pohon mangrove dan manfaatnya.
Selain itu, ada oleh-oleh kreasi penduduk sekitar yakni kerupuk dengan rasa daun jeruju dari jenis pohon mangrove. Pohon mangrove kini menjadi sumber mata pencaharian penduduk sekitar.
Setiap hari, secara bergantian warga akan mengerjakan proses pembuatan kerupuk Mangrove. Mereka mengolah mangrove menjadi panganan bergizi, murah dan terjamin mutunya. Di tangan istri-istri nelayan ini, tanaman bakau diolah menjadi kerupuk gurih, tidak beraroma pekat dan tahan lama.
Jumiati, sebagai Ketua Kelompok Muara Tanjung, menuturkan mereka membuat produk tanpa zat pengawet dan pewarna sehingga baik untuk dikonsumsi dan tidak menghilangkan manfaat dari daun itu sendiri.
"Kerupuk ini baik bagi penderita asma karena Mangrove punya kandungan yang bisa mengobati penyakit itu, bagus juga untuk penderita rematik. Perbungkusnya dijual seharga Rp 7 ribu perbungkus, dengan aneka pilihan ukuran kerupuk, selain kerupuk ada juga sirup mangrove, selai mangrove, dan dodol mangrove," ucapnya.
Surini, warga sekitar, menuturkan melihat banyak perubahan dan kemajuan di desa pesisirnya. Warga sekitar memiliki mata pencaharian dan lingkungan sekitar kini sangat asri karena adanya hutan mangrove.
https://www.suara.com/lifestyle/2019/03/26/140000/lawan-perubahan-iklim-pasangan-ini-sulap-desa-pesisir-jadi-hutan-mangrove
2019-03-26 07:00:00Z
https://www.suara.com/lifestyle/2019/03/26/140000/lawan-perubahan-iklim-pasangan-ini-sulap-desa-pesisir-jadi-hutan-mangrove
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Lawan Perubahan Iklim, Pasangan Ini Sulap Desa Pesisir Jadi Hutan Mangrove"
Post a Comment